Promosi peralihan ke energi bersih, trend-nya disebut EBT (Energi Baru dan Terbarukan), semakin gencar. Tiap pekan, puluhan webinar digelar untuk membedahnya. Bahkan di beberapa perguruan tinggi telah dijadikan program studi tersendiri. Yang kita tahu, alasan utama, umumnya ‘hanya’ soal keterbatasan energi fosil dan efek pemanasan global yang mulai terasa.
M.Kholid Syeirazi, Direktur Eksekutif Center of Energy Policy, memberikan sudut pandang lain. Menurutnya, benar green energy adalah masa depan planet bumi ini. Tapi komitmen green energy, harus sama, harus seluruhnya, semua negara turut serta. “ Jangan sampai negara-negara penyumbang emisi terbesar dunia terus saja memproduksi gas kotor, sementara kita (Indonesia) yang disuruh nge-rem, disuruh menanam pohon “ ungkapnya dalam seri 3 diskusi virtual Ngaji Panas Bumi yang digelar Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur pekan lalu (17/9/2021).
Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama ini mengatakan, biaya listrik produk EBT sampai saat ini masih cukup mahal. Belum terlalu menarik bagi investor, jika tidak ada kebijakan tarif yang mendekati keekonomian, di mana PLN sebagai off taker tunggal. “ Produsen listrik banyak, tapi pembelinya tunggal, PLN. Harganya juga sudah ditentukan. Makanya, diperlukan moderasi antar pihak ini “ tambahnya.
Dalam diskusi dengan tajuk Holding dan Initial Public Offering Panas Bumi ini, ia mempertanyakan, apakah inisiasi pembentukan holding (merger) panas bumi ini akan berdampak positif terhadap investasi panas bumi. “ Benar, daripada kompetisi, mending kolaborasi, tapi apakah holdingisasi ini akan berdampak positif terhadap investasi pengembangan panas bumi “ ungkapnya.
Dalam diskusi yang sama, Anggota Komisi VI DPR RI, Nusron Wahid, mengatakan, mendukung langkah holding ini sebagai upaya untuk meningkatkan sizing ekonomi. Harapannya, BUMN sektor geothermal dapat menjadi champion. “ Kalau mengelola kecil-kecil, itu tidak efisien, antara kelola 5 MW, 10 MW, dan 60 MW, overheat-nya sama, karena itu perlu di-holding “ katanya.
Ketua Umum PP GP Ansor periode lalu ini, menambahkan, referensi tarif listrik melihat trend luar negeri. “ Di luar negeri, 8 – 9 cent per kWh, itu cukup. Mengapa di Indonesia tidak cukup ? “ tambahnya. Ia pun menyoroti IPP (Independen Power Plant) yang tidak efisien, karena bukan pemain langsung, terlalu banyak rantai.
Ketua PW GP Ansor Jawa Timur, H.M. Syafiq Syauqi, dalam sambutanya, mengungkapkan agar panas bumi ini dikelola secara baik, tidak terjadi salah kelola seperti migas. “ Potensi panas bumi kita terbesar kedua di dunia, di atas Jepang, kita akan sampaikan rekomendasi tata kelola panas bumi pada pemerintah, semoga suara 5 juta kader Ansor ini dapat didengar “ ungkapnya.