Banser NU adalah akronim dari Barisan Serba Guna NU. Ia merupakan lembaga semi-otonom dari Gerakan Pemuda Ansor, organisasi pemuda NU yang berdiri pada 1930, empat tahun setelah NU didirikan.
Banser adalah barisan pemuda yang dikenal dengan penampilannya, mulai dari pakaian, sepatu, topi, hingga atribut-atribut lainnya, yang mirip dengan pasukan militer.
Sebagaimana namanya, barisan serba guna, Banser menjalankan berbagai fungsi yang biasanya dijalankan oleh polisi, seperti pengaturan lalu lintas atau pengamanan sebuah acara, dan tenaga relawan dalam peristiwa-peristiwa yang membutuhkan bantuan segera seperti dalam sebuah bencana.
Menurut catatan dalam Ensiklopedia NU, Banser berdiri pada 1962, atau 32 tahun setelah pendirian GP Ansor. Tujuan pendiriannya adalah untuk memberikan pengamanan pada kegiatan-kegiatan yang digelar oleh Partai NU. Namun, diyakini bahwa pendiriannya juga berkaitan dengan semakin keras dan menghangatnya persaingan politik pada waktu itu, baik di tingkat nasional dan regional maupun internasional.
Di tingkat internasional, Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia yang melahirkan program politik Ganyang Malaysia, sedangkan di tingkat nasional dan regional, konflik antar-partai, yang melibatkan juga NU sebagai salah satu partai, semakin tajam dan keras.
Nama Banser mencuat ketika pecah peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang berujung pada pemakzulan Presiden Soekarno. Diyakini bahwa Banser berperan dalam penangkapan dan penumpasan para aktivis PKI dan berbagai onderbouw-nya, terutama di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Barat.
Peristiwa tersebut didahului oleh letupan-letupan kecil akibat tajamnya konflik kepentingan dan ideologi di antara kalangan kiri yang terutama diwakili oleh PKI dan golongan kanan yang diwakili oleh partai-partai nasionalis dan keagamaan, termasuk NU, di dalam sistem politik kepartaian yang liberal. Konflik ini semakin menghangat di dalam panggung politik internasional akibat pengaruh Perang Dingin di antara dua kekuatan adidaya, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Dilaporkan ribuan hingga jutaan orang, terutama para aktivis—atau mereka yang diduga terkait dengan—PKI dan onderbouw-nya, terbunuh atau hilang tak tahu rimbanya dalam peristiwa itu. Banyak penelitian yang mengungkap peristiwa berdarah ini, tetapi pemerintah sendiri belum melakukan investigasi dan menyampaikan pengakuan yang resmi. Meski demikian, terkait dengan peran Banser NU di dalamnya, KH Abdurrahman Wahid selaku Ketua PBNU, secara rendah hati dan terbuka pernah meminta maaf kepada keluarga korban 1965 tersebut.
Menurut sumber lain, Banser diyakini sudah ada jauh sebelum tahun 1960-an. Dalam Kongres Ke-2 pada 1937 di Malang, Jawa Timur, Gerakan Pemuda Ansor, atau ANU (Ansor Nahdhatul Ulama) namanya saat itu, mengembangkan sebuah organisasi gerakan kepanduan yang disebut Barisan Ansor Nahdhatul Ulama (BANU). Keberadaan BANU memperoleh lampu hijau dengan adanya pengakuan NU pada Muktamar Ke-14 di Magelang, Jawa Tengah.
Pada Muktamar NU ke-15 di Surabaya, NU bahkan mengesahkan AD/ART BANU, seragam, mars resmi Al-Iqdam, atribut-atribut, serta yang paling penting diperbolehkannya mereka memainkan terompet dan genderang. Diyakini bahwa BANU inilah yang menjadi cikal-bakal Banser NU yang dikenal sekarang.
Pendirian BANU merupakan respons terhadap kemunculan organisasi-organisasi kepanduan saat itu. Sifatnya yang menitikberatkan pada aspek kebangsaan dan pembelaan tanah air juga memperlihatkan respons nasionalistis NU. Jika ANU adalah organisasi pemuda, maka BANU adalah organisasi kepanduan. Kegiatan BANU, seperti banyak organisasi-organisasi kepanduan, adalah:
1. Pendidikan baris-berbaris
2. Latihan lompat dan lari
3. Latihan angkat-mengangkat
4. Latihan ikat-mengikat (pioner)
5. Fluit Tanzim (belajar kode atau isyarat suara)
6. Isyarat dengan bendera (morse)
7. Perkampungan dan perkemahan
8. Belajar menolong kecelakaan (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan atau PPPK)
9. Musabaqoh fil Kholi (pacuan kuda)
10. Muromat (melempar lembing dan cakram)
Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, banyak anggota Gerakan Pemuda Ansor umumnya dan Banser khususnya yang direkrut dalam pelatihan militer. Laskar Hizbullah yang kemudian dikenal sebagai salah satu laskar penting dalam perang kemerdekaan diisi oleh banyak anggota Gerakan Pemuda Ansor dan Banser. Periode Jepang ini diyakini turut membentuk watak paramiliter sekaligus watak nasionalistis dari Banser.
Sekarang Banser banyak berperan dalam penjagaan, pengaturan, dan pengamanan acara-acara yang digelar oleh NU dan organisasi-organisasi afiliasinya. Namun, peran ini tidak hanya terbatas di kalangan NU, mereka juga sering kali terlibat dalam penjagaan, pengaturan, dan pengamanan acara-acara keagamaan dan sosial di luar yang digelar NU. Kehadirannya ini secara umum bisa diterima karena memang diakui masih kurang dan terbatasnya aparat kepolisian dengan rasio jumlah penduduk di Indonesia.
Sebagai bagian dari NU, Banser selalu menyatakan eksistensinya sebagai pembela dan benteng ulama, tetapi di pihak lain, mereka juga selalu dengan tegas menyatakan komitmen nasionalismenya untuk selalu mempertahankan NKRI. Hal ini tercermin dari komitmen mereka untuk membantu siapa pun, tanpa mengenal perbedaan agama, suku, maupun golongan.
Salah satu yang mencuatkan nama Banser dalam periode mutakhir ini adalah tewasnya salah seorang anggotanya, Riyanto, pada 2000, ketika mengamankan acara malam natal di Gereja Eben Heizer, Mojokerto, Jawa Timur, akibat serangan bom para teroris.
Belakangan ini Banser banyak memainkan peran sebagai relawan dalam berbagai bencana, baik bencana alam seperti banjir, gempa, letusan gunung berapi, maupun bencana yang diakibatkan oleh konflik sosial. Dalam hal ini mereka memainkan peran yang mirip dengan dan mendekati peran Search And Rescue (SAR).
Menurut survei, pada akhir 1990-an, anggota Banser berjumlah sekitar 500.000. Namun, para pengurus Banser sendiri meyakini bahwa anggota mereka berjumlah tiga jutaan di seluruh Indonesia. Yang jelas, di mana ada Gerakan Pemuda Ansor maka dipastikan di situ juga ada Banser, yang merupakan organisasi semi-otonomnya.
Selain satuan khusus tersebut, Banser juga memiliki Corp Provost Banser (CPB). Tak seperti tujuh satuan khusus lainnya, korps pasukan ini lebih berurusan dengan internal organisasi. Ia berfungsi menegakkan marwah, etika dan disiplin organisasi di internal kesatuan Banser. CPB dibentuk dalam rangka upaya menertibkan dan mendisiplinkan jajaran Banser, demi terciptanya pasukan Banser yang semakin baik, taat aturan, dan profesional.
Editor: Mahbib