Diskusi Panas Bumi Seri (2), Ansor Jatim Siap Dorong Reindustrialisasi
- account_circle Redaksi 9
- calendar_month Sel, 14 Sep 2021
- visibility 39
- comment 0 komentar

SURABAYA – Diskursus frasa ‘dikuasai negara’ dalam konteks cabang produksi penting dan berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, masih mengemuka. Hal ini tak terlepas dari munculnya ragam undang-undang yang menjadi pintu masuk aktor ‘non BUMN’ dalam sektor strategis.
Dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur bertajuk Ngaji Panas Bumi (2) akhir pekan lalu, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, KH. Abdul Mun’im DZ mengungkapkan, liberalisasi ini merupakan implikasi amandemen Pasal 33 UUD 1945, penguasaan negara pada ayat 3 terasa kabur karena di-mansukh ayat 4 dan 5.
“Penguasaan negara terhadap sektor strategis itu tidak mutlak lagi. Bahkan terjadi liberalisasi dan swastanisasi yang habis-habisan“ ungkapnya.
Ia menambahkan, pemerintah terlalu memanjakan para pedagang sehingga barang-barang dari luar negeri bebas masuk dan dengan harga yang murah. Masyarakat dipaksa cukup membeli saja, tidak memproduksi. Industri dalam negeri, baik yang kecil maupun yang strategis, akhirnya kalah bersaing dan mati. Inilah yang disebut deindustrialisasi.
“Rendah tingginya konsumsi listrik ini adalah cermin kemajuan peradaban kita“ imbuhnya.
Kyai yang menjadi sentral konsep kaderisasi di lingkungan NU ini melanjutkan, terjadi proses divestasi BUMN, pemerintah tak boleh lagi campur tangan dalam bidang ekonomi.
“Tidak ada kekuatan yang bisa menahan proses divestasi ini, kecuali orang yang kuat dan ndablek seperti Gus Dur“ ungkapnya.
Terkait energi alternatif, ia mengungkapkan perlunya mengembangkan energi listrik dari nuklir. “Muktamar NU 1959 sudah merekomendasikan sektor-sektor yang harus dikembangkan oleh negara salah satunya teknologi atom“ tambahnya.
Dalam diskusi yang sama, Direktur Bisnis Regional Sulawesi Maluku Papua dan Nusa Tenggara, Ir. Syamsul Huda, MBA, terkait deindustrialisasi dan nuklir, mengamini apa yang disampaikan oleh KH. Abdul Munim DZ.
Dalam paparannya, ia mengungkapkan pentingnya menjaga keseimbangan antara supply dan demand listrik.
“Kalau supply-nya terlalu besar akan membebani masyarakat, kalau pun masyarakat tidak menanggung, pasti negara yang akan menanggung beban tersebut“ ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa pandemi ini semakin mempercepat kondisi over supply. “Sebelum pandemi, rata-rata konsumsi listrik tahunan kita 1.084 kWh, saat pandemi turun drastis jadi 901 kWh“ tambahnya.
Ia pun memaparkan langkah-langkah PLN untuk mengatasi kondisi tersebut dengan meninjau ulang urgensi semua proyek ketenagalistrikan, baik pembangkit maupun transmisi. “Kita lakukan negoisasi agar commercial of date (COD) dapat ditunda“ ungkap alumnus ITS Surabaya ini.
Sehubungan dengan pembangkit listrik Energi Baru dan Terbarukan (EBT), termasuk panas bumi, ia menyampaikan step by step target capaian 18,5 GW pada tahun 2025. “Dengan syarat pelanggannya ada. Kalau tidak ada, buat apa“ imbuhnya.
Menanggapi diskusi yang berkembang, H.M. Syafiq Syauqi Lc, Ketua PW GP Ansor Jawa Timur, menyampaikan keseriusannya untuk mendorong reindustrialisasi.
“Ansor Jatim akan bangun kerja sama dengan pemerintah dan stakeholder terkait, bagaimana kawasan industri yang telah disiapkan ini segera terisi dan beroperasi“ ungkapnya.
Reindustrialisasi ini dengan harapan konsumsi listrik dapat meningkat, masyarakat semakin produktif, dan lapangan kerja tersedia luas. (*)
- Penulis: Redaksi 9