(Deskripsi; Banser Sudah Teruji, Pemerintah Normatif, HTI Masih Masif Bergerak)
Hizbut Tahrir Indonesia Masih Bebas Bergerak
Kita semua tentu belum lupa, sejak 2017 lalu pemerintah sudah resmi mencabut badan hukum HTI. Analisa majelis hakim waktu itu sudah tepat dan benar adanya, bahwa banyak fakta yang membuktikan HTI mengembangkan paham bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. Lebih jauh lagi tidak hanya bertentangan, HTI bahkan sudah merencanakan untuk mengganti konsep dasar negara; Pancasila, UUD 1945, dan NKRI menjadi Negara khilafah.
Dari sini mari kita telisik tentang bahaya HTI bagi keutuhan NKRI.
HTI memang sudah dibubarkan ‘secara institusi’, tapi tidak untuk para simpatisan dan penggeraknya. Mereka masih leluasa bergerak, beraktifitas melanjutkan misi-misinya. Spirit berjuang mereka melalui jargon ‘jihad’. Jihad bagi mereka bakal mendapat jaminan surga. Sedang wujud yang menjadi ijtihadnya dengan menerapkan sistem khilafah Islamiyah seutuhnya di Indonesia. Jika sistem itu diterapkan, maka tidak ada tradisi-tradisi Islam khas Nusantara. Tidak ada hindhu, Budha, Kristen, Protestan, Konghucu di Indonesia.
Di atas sengaja saya sebut agama lain. Sebab jangankan agama lain, HTI menganggap sesama Islam yang menjunjung tinggi khas Nusantara saja diharamkan dalam konsep yang dibawanya, apalagi yang beragama lain. Kalau sudah begitu, bukankah HTI sudah menjadi aktor pemecah persatuan Bangsa? Lalu bukankah HTI merupakan musuh bersama? Bukan saja Ansor –Banser, namun juga dapat dibilang musuh kita bersama sesama anak bangsa Indonesia.
Dalam hal ini tidak bermaksut mengajak semua komponen bangsa untuk berperang melawan HTI, bukan juga untuk menghasut terjadinya perang saudara. Hanya saja jika ingin bangsa ini tetap utuh tidak terpecah belah, maka jangan biarkan eks HTI tetap bergerak leluasa. Sedikit saja ruang diberikan, maka tidak menutup kemungkinan akan terbuka ruang gerak yang lebih besar bagi HTI. Dan keutuhan NKRI hanya akan menjadi cerita sejarah.
GP Ansor – Banser Sudah Teruji
Bagi kader Ansor – Banser tugas yang harus selalu dilaksanakan, baik ada perintah maupun tidak, adalah menjaga marwah para Kyai dan Ulama NU, selain itu juga turut berperan menjaga keutuhan NKRI. Hal itu sudah terpatri jauh sebelum kelompok hizbut tahrir masuk Indonesia. Artinya, ada atau tidak ada HTI, Banser sudah lama dan selamanya akan menjadi benteng NU berikut dengan para Kyainya, termasuk juga menjaga keutuhan NKRI. Lalu mengapa HTI begitu getol menjadikan Ansor – Banser sebagai sasaran utama yang harus diruntuhkan dulu? Mari sejenak kita melihat kebelakang.
GP Ansor lahir sejak tahun 1934, satu dekade lebih sebelum Indonesia berhasil merebut kemerdekaan. Dalam proses perebutan kemerdekaan GP Ansor juga turut andil besar. Pada tahun 1944 KH. Wahid Hasyim membuat sayap militer khusus bernama Hizbullah (Zuhri: 1987). Sehingga waktu itu seluruh kekuatan GP Ansor melebur bersama Hizbullah (Anam: 1990). Yang kemudian dari momentum merebut kemerdekaan itu lahirlah istilah Resolusi Jihad 1945.
Lalu kemudian peran menumpas PKI. Dalam catatan sejarah, GP Ansor – Banser pernah secara terang-terangan memberikan perlawanan di daerah basis PKI, Yakni Jawa Timur dan Jawa Tengah. Salah satu daerah yang sempat terjadi bentrok antara Ansor vs PKI adalah di Kediri pada tahun 1964. yang kemudian menjadi letupan di beberapa daerah lain untuk menumpas PKI. Data sejarah itu dibenarkan jika melihat sejarah kelahiran organisasi pelajar dan kepemudaan di Indonesia, maka hanya GP Ansor – Banser yang memiliki usia paling tua karena lahir sebelum penjajahan Jepang. (Soeleiman, 1995:12).
Dari banyak momentum lain tentang peran GP Ansor – Banser, dua catatan sejarah di atas cukup dijadikan refrensi, bahwa GP Ansor – Banser lahir sebagai kekuatan besar dan teruji yang memiliki sejarah panjang kontribusinya terhadap bangsa. Maka jika kembali kepada persoalan awal, HTI harus menghancurkan Ansor – Banser terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan misi-misinya menerapkan sistem khilafah Islamiyah di Indonesia. Sehingga tidak heran, jika setiap kali ada gerakan Banser menghadang gerakan kelompok HTI, mereka akan dengan cepat menjadikan ‘gorengan’ isu untuk memperlemah kedudukan Banser.
Namun fakta terus membuktikan, dihadapkan dengan guliran isu dan perlawanan model apapun, Banser tetap kokoh tidak goyah sedikitpun. Seperti halnya kejadian di Bangil Pasuruan beberapa waktu lalu, tentang aksi yang dilakukan oleh Ansor – Banser Bangil dalam membongkar gerakan HTI berkedok yayasan pendidikan. Selain menghina salah satu Ulama junjungan NU dan Dunia, ketua yayasan tersebut secara terang-terangan tetap menyebarkan paham Khilafah walau sudah dinyatakan terlarang. Bagi Banser, hal itu adalah sebuah penghinaan terhadap marwah NU, juga pemberontakan kepada Negara. Maka wajar, jika Banser sontak bergerak untuk membongkar gerakan eks HTI tersebut.
Sikap Normatif Pemerintah Indonesia
Keberagaman di Indonesia sangat tinggi. Kemajemukan masyarakatnya tak bisa dihindarkan. Dengan mayoritas penduduk muslim, tentu bukan berarti Islam harus di nomer satukan dalam segala hal. Ada suku, budaya dan agama lain yang juga harus mendapat perlakuan sama.
Jika mengambil Ibrah, semangat multikultural dalam Islam sangat terlihat jelas pada zaman Rosulullah. Rasulullah melakukan sebuah transformasi sosial di Madinah, di mana seluruh masyarakatnya hidup secara damai. Padahal saat itu masyarakat Madinah sangatlah plural, baik dalam agama, suku, bani maupun nasab. Konsep hidup bersama secara damai tersebut merupakan manifestasi dari kesepakatan bersama yang dikenal dengan “Piagam Madinah”.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Secara umum, dari berbagai negara di dunia, Indonesia dapat dibilang salah satu negara yang mampu mengintegrasikan simbol perdamaian antar golongan dengan slogan Bhineka Tunggal Ika. Namun dengan masifnya geliat HTI dan kelompok Islam Ekstremis lainya, slogan persatuan itu kini mulai goyah. Hal itu jika tidak cepat direspon pemerintah, maka kekhawatiran akan terpecahnya persatuan bangsa bukan tidak mungkin menjadi kenyataan.
Coba kita tengok sedikit refrensi tentang negara lain, dimana Islam menjadi basis utama, namun banyak terjadi peperangan dan gesekan. Suriah misalnya, yang dengan gencar melancarkan serangan ke Kota Aleppo, kota yang pernah menjadi pusat pasar perdagangan dunia, kini berubah menjadi kota yang hancur lebur mencekam akibat perang saudara. Begitu juga seperti konflik di Palestina dan Gaza yang tak kunjung usai, dan berbagai daerah lainya di Timur Tengah.
Hal di atas dapat kita jadikan sebuah ilustrasi. Bahwa sistem Khilafah Islamiyah tidak menjamin adanya perdamaian antar masyarakat. Terlebih jika diterapkan di Indonesia. Jika sudah begitu, Pemerintah menunggu apa untuk menutup ruang gerak kelompok khilafah? Apa menunggu hancur layaknya di Aleppo? Atau pemerintah enggan melihat bahwa Hizbut Tahrir ditolak keberadaaanya di Negara-negara lain? Lalu dimana keseriusan pemerintah dalam membersihkan kelompok Islam ekstremis ini?
Pemerintah harus paham, bahwa pencabutan badan hukum HTI saja tidak cukup. Ibarat rumah, dibongkar rumahnya, namun penghuninya tetap dibiarkan bebas berkeliaran. Sehingga dengan mudah mereka mendirikan rumah baru dengan desain baru, namun tetap dengan isi lama.
Kembali ke kejadian Banser Bangil yang membongkar kedok khilafah. Dalam satu video yang beredar, nampak di sana ada aparat kepolisian. Sayangnya aparat tersebut hanya termangun menjadi penonton. Sehingga wajar, Banser mengambil alih untuk menginterogasi eks HTI dengan sedikit amarah. Sebab tidak ada ketegasan aparat pemerintah untuk segera mengamankan orang yang jelas-jelas mencoret wajah Presiden dan menghina ulama besar NU.
Kini semua kembali pada pemerintah. Sekuat-kuatnya GP Ansor – Banser menghadang pergerakan kelompok khilafah, akan lebih kuat bilamana pemerintah turut menghadang lewat kebijakan-kebijakanya. Kini bukan waktunya lagi pemerintah sembunyi-sembunyi, apalagi bersikap normatif. Saatnya pemerintah turut menghadang secara terbuka, mengambil kebijakan disertai tindakan tegas guna membersihkan kelompok eks HTI sampai akar-akarnya.
Setidaknya, dengan turut berperan aktif extraordinary menumpas gerakan Khilafah, Pemerintah sudah menghargai secara nyata jasa para Kyai dan Pahlawan pendahulu dalam merebut kemerdekaan. Jika meminjam istilah George Santayana, Barangsiapa tidak bisa mengingat sejarah/masa lalu, maka dikutuk untuk mengulanginya.
Mari bersama bersihkan HTI dari Bumi Nusantara!
Tabik,
M Hasan Abdillah
Sekretaris PC GP Ansor Kota Batu